KSPI KECAM KERAS SIKAP FEODAL MANTAN KETUM APINDO


SIARAN PERS KSPI 6 MEI 2015

KSPI KECAM KERAS SIKAP FEODAL MANTAN KETUM APINDO

KSPI-Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengecam keras sikap feodal mantan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang kini menjadi Ketua Tim Ahli Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, Sofyan Wanandi, yang telah merendahkan harkat dan martabat kaum pekerja/buruh sebagai manusia dalam hubungan industrial dengan menyebutnya sebagai Pelayan Pengusaha, yang dimuat oleh salah satu media nasional pada Sabtu, 2 Mei 2015.

Vice Presiden KSPI bidang Pengupahan Sofyan Abdul Latif menyebutkan, pernyataan dan tuntutan kaum pekerja/buruh bukanlah pernyataan dan tuntutan yang tanpa dasar. Ucapan Sofjan Wanandi itu menurut KSPI menunjukkan yang bersangkutan sebagai warga negara Indonesia tak paham dengan Konstitusi Negaranya sendiri, khususnya Pasal 33 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (2) Undang Undang Dasar 1945.

 “Sofjan Wanandi lupa, sebanyak apa pun modal dan secanggih apa pun teknologi yang dimiliki pengusaha, tapi tanpa sentuhan tangan-tangan terampil dan otak-otak cerdas kaum pekerja/buruh, tak ada arti apa-apa modal dan teknologi tersebut.” Ujar Sofyan Abdul Latief dalam keterangan tertulisnya kepada media, Rabu (06/05/2015).

 Sofyan Abdul Latief juga mengatakan, pendiri Republik Indonesia tercinta ini, telah merumuskan dan menetapkan sistim ekonomi bangsa ini, termasuk sistem ekonomi dalam hubungan industrial adalah berbasis kepada Pasal 33 (1), yang dalam penjelasannya menyebutkan :

Produksi dilakukan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan. Kemakmuran bersama yang diutamakan, bukan orang per orang. Pasal 33 ayat (1) ini berhubungan langsung dengan Pasal 27 ayat (2) yang menyebutkan ; Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Selanjutnya dalam Pasal 28D ayat (2) disebutkan ; Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan industrial.

Berbasis kepada ke 3 Pasal dalam UUD 1945 tersebut, tersirat makna, bahwa pada hakekatnya perusahaan adalah usaha bersama antara pengusaha sebagai pemilik modal serta teknologi dan pekerja/buruh sebagai pihak yang menjalankan dan mengembangkan modal dan teknologi tersebut dengan tenaga, pikiran dan segenap kompetensi yang dimilikinya. Pengusaha dan pekerja/buruh sama-sama bekerja sesuai fungsi dan perannya masing-masing dengan satu tekad dan tujuan keuntungan perusahaan dan kesejahteraan bersama.

Hakekat ini sejalan dan senafas dengan jiwa dan semangat gotong royong sebagaimana maksud yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945, yang merupakan modal sosial terbesar bagi pembangunan ekonomi bangsa Indonesia. “Dengan berlandaskan amanat dan perintah Konstitusi Negara tersebut di atas, maka barang siapa yang memposisikan kedudukan kaum pekerja/buruh Indonesia sebagai Pelayan Pengusaha, adalah suatu penghinaan dan pengingkaran terhadap amanat dan perintah UUD 1945.” Tekannya.

Untuk itu, Sofyan Abdul Latief pun menekankan, dalam menghadapi arus liberalisasi pasar global,
seharusnya dilakukan penguatan kemitraan yang setara antara pengusaha dan kaum pekerja/buruh, bukan sebaliknya. Sebab dengan menggunakan rumus apa pun, tak bisa diingkari, bahwa peran dan partisipasi kaum pekerja/buruh dalam pembanguna ekonomi bangsa adalah suatu keniscayaan. Partisipasi dan kontribusinya dalam pembangunan ekonomi bangsa nyata, bukan dusta.

Sementara itu, Vice Presiden KSPI bidang Advokasi Widadi WS juga menyatakan, Bahwa dalam perjalanan Negeri ini baik pra kemerdekaan sampai pasca kemerdekaan. Peran dan jasa yang telah dipersembahkan kaum buruh adalah fakta yang tak terbantahkan.

Menurut Widadi, statement Sofyan Wanandi dapat mengundang para Whistle Blower untuk memprovokasi masa buruh dan hal itu bisa menjadi sangat berbahaya. Sebab pada situasi dengan gap antara si Kaya dan Miskin yang semakin melebar, sementara kendali pemerintah untuk mengatasi efek dari kebijakan ekonomi sudah mandul alias tidak bertanggungjawab maka kondisi emosional masyarakat sangat rentan untuk dikipas-kipas. “Sofyan dengan "sengaja" ingin menciptakan suasana "memelihara permusuhan" antara Kaum Buruh dengan Kelompok Pengusaha yang sudah terbiasa mendapat "kemudahan" dari penguasa.” Sebut Widadi.

Sehingga,lanjut Widadi, dengan demikian Sofyan Wanandi dirinya merasa "HALAL" untuk berbuat apa saja dengan tanpa menyadari bahwa makna dan pesan dari pada statemennya adalah:
Pertama, Bahwa Republik ini tanpa peran dan jasa "pengusaha" tidak akan pernah ada,
Kedua,bahwa ingin pengakuan atau bahkan menyatakan bahwa Republik ini yang membiayai adalah "para pengusaha".
Ketiga,Bahwa karena itu para pengusaha "Merasa Lebih Berhak" untuk mengatur republik dan segala isinya.
Dan yang paling berbahaya adalah memicu krisis atau sentimen etnis tertentu. Ini sangat berbahaya jika dihembuskan ke akar rumput.” Cetus Widadi.

Oleh karenanya KSPI mengingatkan kepada pemerintah yaitu meminta kepada Wakil Presiden RI Jusuf Kalla agar mengusir keluar para pembantunya yang hanya menambah kinerja pemerintah menjadi semakin kusut.
“Istana Wapres harus segera membuat permintaan maaf atas statemen Kepala Staf ahli Ekonominya dan harus menyebutkan jikalau hal itu bukanlah statemen resmi yang dikeluarkan dengan mengatasnamakan Wapres.”Tegasnya.

“Terakhir buat pak Jokowi segera bertindak cepat dan nyata untuk merealisasikan janji politiknya.”

Demikian Widadi.
TERIMA KASIH
TIM MEDIA KSPI

Comments

Popular posts from this blog

Dasyat Tukang Pos ini punya anak 1300

Pemimpin "GILA" Dan "BAJINGAN" Indonesia

Chairul Saleh