Puluhan Guru Siap Bantu Presiden Jokowi Belajar Membaca Dokumen

Puluhan Guru Siap Bantu Presiden Jokowi Belajar Membaca Dokumen
Puluhan guru dan dosen yang tergabung dalam Gerakan Pengajar Untuk Indonesia Membaca (GERPIM) menyatakan siap secara sukarela untuk membantu Presiden Joko Widodo mempelajari cara membaca dokumen.

Pernyataan ini disampaikan oleh juru bicara GERPIM, Selly Zulkarnain, dalam konferensi pers untuk menunjukkan tekad mereka dalam memberikan sumbangsih pada negara dan pemerintah di Jakarta, pagi ini (9/4).

“Kami sangat prihatin dengan jawaban presiden terakhir bahwa beliau tidak membaca dokumen-dokumen negara secara detail. Meski bukan kami yang dulu mengajar presiden, tapi ini adalah tanggung jawab kami sebagai guru dan dosen untuk memastikan bahwa para siswa mengerti pentingnya membaca dengan cermat, baik itu buku, koran, maupun dokumen, termasuk presiden,” ujarnya.

Ia menekankan pada posisi presiden yang strategis. Kesalahan dalam membaca dan menandatangani dokumen akan berpotensi fatal, terutama bila menyangkut kedaulatan negara, kepentingan masyarakat, dan kesejahteraan sosial.

Presiden sebagai tampuk tertinggi eksekutif, menurut Selly, memang memiliki para asisten dan pembantu yang bertugas merumuskan dokumen. Namun,ini bukan berarti presiden lepas tangan terhadap isi dan langsung menandatanganinya secara spontan. Peninjauan akhir adalah tugas presiden sendiri sebagai orang yang mengesahkan dokumen tersebut.

“Belakangan ini, terdapat beberapa kebijakan pemerintah yang dianggap kontroversial oleh media dan masyarakat. Kami mencurigai bahwa ini adalah hasil dari dokumen-dokumen yang tidak dibaca oleh beliau (presiden), namun ditandatangan,” ungkap Selly.

Mengenai metode yang akan digunakan dalam mengajar presiden, Ketua GERPIM, Sawang Mulyadi, yang juga hadir dalam acara tersebut mengatakan tidak akan menggunakan cara-cara rumit. Para pengajar tetap menggunakan cara tradisional dengan reward and punishment, yakni memberikan imbalan saat murid belajar dengan baik, dan hukuman saat murid membandel.

Ia yakin bahwa sebagai pejabat tertinggi negara, Presiden Joko Widodo sudah tahu akan konsekuensi yang dihadapinya. “Pada saat pelajaran, kalau Pak Jokowi baik kita akan beri pujian atau beberapa butir permen. Kalau saat belajar terlalu banyak tingkah atau tidak rajin, akan kita setrap dan perbanyak PR baca dokumen untuk di luar jam belajar.”

Metode ini disebut Sawang sebagai cara old school but cool. Meski unsur hukuman sudah mulai ditinggalkan dalam metode pendidikan arus utama, namun pada dasarnya ini akan efektif apabila peserta didiknya merupakan pejabat negara, terutama bila sang pejabat memang bebal.

Sawang menceritakan bahwa dulu sewaktu masih menjadi siswa, dirinya pernah mendapatkan hukuman seperti lari memutari lapangan, dipukul dengan penggaris kayu di telapak tangan, dijewer hingga telinga memar, sampai disetrap dengan mengangkat satu kaki.

“Kita akan sesuaikan dengan pengalaman Pak Presiden. Mengingat usia Pak Jokowi tidak jauh berbeda dengan saya, mungkin pengalaman yang ada kurang lebih sama. Tapi kita juga akan tahu diri, jadi tenang saja. Pak Jokowi kan presiden, maka tidak akan ada lari memutari Monas ataupun dipukul dengan penggaris kayu. Kalau dijewer dan disetrap, sih, menurut saya harus ya, hahaha,” ujarnya sambil tertawa.

Pihak GERPIM menyatakan telah menyerahkan proposal mengenai kesediaan mereka mengajar kepada Kantor Staff Kepresidenan, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk keperluan koordinasi. Mereka berharap menerima balasan dari presiden secepatnya, dengan catatan agar dokumen yang mereka sertakan dibaca dengan cermat dan hati-hati.

sumberr : http://posronda.net/2015/04/09/puluh...aca-dokumen-2/

Comments

Popular posts from this blog

Dasyat Tukang Pos ini punya anak 1300

Pemimpin "GILA" Dan "BAJINGAN" Indonesia

Chairul Saleh